MENGULIK KEHIDUPAN PARMIN CIPTA LAKSANA : KETUA VIHARA AVALOKITESWARA DESA TAWANGREJO

Tim Literasi Keberagaman : Yunita, Intan, Pitri, Salsa, Dhea


“Saya ini dulunya ketua dua,tapi karena ketua pertama lengser saya kemudian diangkat menjadi ketua satu,atas pilihan dari umat” demikian kalimat pembuka wawancara tim literasi keberagaman SMA Negeri Kerjo dengan Pak Parmin Cipta Laksana, ketua Vihara Avalokisteswara Desa Tawangrejo, Tawangsari Kerjo Karanganyar, Senin ,20 Desember 2021.
Selain berperan menjadi ketua di Vihara Avalokiteswara beliau juga sering diundang pada acara-acara di kabupaten ataupun di vihara lainnya. Keseharian Pak Parmin sendiri ketika di rumah adalah mengurus sawah dan ternak,beliau adalah pemeluk Agama Budha yang taat,beliau selalu mengikuti kegiatan ibadah di setiap malam Kamis. Mengikuti meditasi setelah ibadah,dan ikut serta dalam kegiatan hari raya umat Budha baik di desa maupun di kabupaten.
Parmin Cipta Laksana lahir pada tahun 1957. Beliau adalah penduduk asli Desa Tawangrejo dan merupakan anak ke-2 dari lima bersaudara. Pada awalnnya dia beserta orangtua dan saudarannya sama-sama memeluk Agama Islam,namun seiring berjalannya waktu,perjalanan hidup membawa mereka pada keyakinan yang mereka tentukan sendiri.
“Awalnya itu keluarga saya Islam semua,orangtua Islam,saudara Islam,bahkan saya sendiri dulu juga Islam. Tapi Sebagian akhirnya memutuskan untuk berpindah agama,ada yang karena menikah dan ada juga yang memang murni keinginan sendiri. Saudara saya ada lima dan empat dari mereka memutuskan pindah agama termasuk saya,tapi orang tua saya tetap Islam” jelas Pak Parmin.
“Kakak saya (anak ke-1) Wirajiem,dia juga tetap Islam,adik saya (anak ke-3) Harjo Parman,dia pindah ke Agama Kristen dan sekarang jadi Ketua GKJ (Gereja Kristen Jawa) yang beralamatkan di Jambangan,adik saya yang ke-2 (anak ke-4) Wagimin,dia juga memutuskan pindah ke Agama Kristen,terus adik saya yang terakhir (anak ke-5) Yosep Supardi,dia memutuskan untuk memeluk Agama Katholik,sedangkan saya sendiri sebelumnya juga pernah masuk Agama Kristen baru kemudian memutuskan pindah Agama jadi Budha” tambah Pak Parmin.
Beliau juga menjelaskan bahwa keluarganya sangat plural. Mereka tidak memiliki masalah yang besar tentang perbedaan Walaupun orangtua pasti menginginkan anaknya punya agama yang sama,namun mereka tetap memberi kebebasan kepada anaknya untuk memeluk agama yang diyakini. This is your life,not my life.saat mengambil keputusan pindah agama pak Parmin dan ketiga saudarannya diharuskan bertanggung jawab,hidup rukun,damai dan tidak menyalahkan orang lain atas keputusan yang telah dibuat.
Pak parmin selaku ketua Vihara Avalokiteswara Desa Tawangrejo,mengungkapkan bahwa tidak ada tantangan berarti yang beliau hadapi selama menjadi ketua disini. Di Kabupaten Karanganyar sendiri hanya terdapat 2 vihara saja,yakni Vihara Lawu dan Vihara Avalokiteswara,yang keduannya sama-sama diurus oleh Pak Parmin.
“Vihara Avalokiteswara ini dibangun kurang lebih pada tahun 1984. Nama Avalokiteswara itu pengambilan dari Bodhisatwa-bodhisatwa sesembahannya umat budha,guru junjungan kita semua dan diringkas jadi satu sehingga terbentuklah nama Avalokiteswara” ucap Pak Parmin.
Dikutip dari laman id.dbpedia.org Bodhisatwa/Bodhisattva/Bodhisatta/Photishat adalah makhluk yang mendedikasikan dirinya demi kebahagiaan makhluk selain dirinya di alam semesta. Dalam bahasa sansekerta Bodhisatwa terdiri dari 2 kata,Bodhi yangberarti pencerahan atau penerangan dan satwa yang berarti makhluk.


“Vihara ini luasnya sekitar 200 m2. Dulunya tanah ini dibelikan oleh umat dari Solo namanya Rama Junaidi Kartolo untuk dibangun vihara. Walaupun orangnya (umat) sedikit yang penting ada tempat ibadahnya gitu.” Ucap Pak Parmin.
Untuk kegiatan keagamaan di Vihara Avalokiteswara selama pandemi ini Pak Parmin mengatakan tetap diadakan secara langsung namun terbatas,setiap satu orang dengan yang lain jaga jarak dan mematuhi protokol kesehatan.
Biasanya ibadah di vihara ini rutin dilaksanakan pada malam kamis dan pada saat ada acara hari-hari besar tertentu,misalnya hari raya waisak,magha puja,hari raya asadha dll. Beliau juga bercerita jika dahulunya ada sekolah minggu yang dikhususkan untuk anak-anak sebelum pandemi,namun saat pandemi ini,kegiatan tersebut sudah tidak ada lagi.
Dalam Agama Budha sendiri tidak terlepas oleh adanya kegiatan meditasi. Meditasi atau bisa juga disebut Semadi adalah praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang membebani hidup kita sehari-hari.
“Meditasi itu tidak ada jangka waktu,sekuat tenaga saja sampai mendapat apa yang dituju,kalau belum dapat ya itu… terus meditasi membaca atau membatin sampai dapat apa yang diinginkan. Meditasi itu nama lainnya juga mengheningkan cipta sampai tujuan” lanjut Pak Parmin.
Pak Parmin juga menceritakan pengalamannya yang paling berkesan mengenai meditasi. “Pengalaman yang saya alami itu kalau saya menambah (selalu sadar diri dengan ikhlas bahwa kita tidak bisa apa-apa dan tidak punya apa-apa) di Hyang Para Budha Bodhisatwa itu pemikiran saya enak tidak ada pikiran lain-lain gitu. Cuma yang saya pikir itu masalah hidup di alam ramai,ya bagaimana caranya nyari makan,biasanya kalau cari makan ada petunjuk dari situ,tapi ghaib gak ada bilangan,lewatnya ya meditasi kadang-kadang dalam bentuk suara atau mimpi” cerita Pak Parmin.
Dalam wawancara terakhir kami dengan Pak Parmin,beliau mengutarakan harapan-harapan nya untuk generasi yang akan datang. “Semoga anak cucu kita di Vihara Avalokiteswara ini bisa tetap semangat,apapun tujuannya bisa tercapai dan untuk generasi yang akan datang semoga bisa dan mau belajar mulai dari nol sampai nanti bisa meditasi dan bertemu Bodhisatwa” pesan Pak Parmin.


Foto Vihara Avalokiteswara


Tim Literasi Keberagaman : Yunita, Intan, Pitri, Salsa, Dhea

Baca juga

Hei, Jangan Mudah Percaya !!

Hei, Jangan Mudah Percaya adalah tema kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Budaya Kerja …