TOLERANSI PENGENDARA DALAM BERLALU LINTAS

Oleh Oktavia Rahma Damayanti

Beberapa tahun belakangan ini, angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia masih sangat tinggi. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2019, Indonesia menempati urutan ke-3 dalam hal korban meninggal terbanyak akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping hal tersebut Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Korlantas Polri) pada tahun 2020 mengungkapkan bahwa kecelakaan lalu lintas di Indonesia turun 14% dari tahun 2019. Ini menunjukkan bahwa penertiban lalu lintas masih diperlukan guna mengurangi peluang kecelakaan.
Tingginya angka kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh banyak faktor yang terbagi menjadi 3, yaitu faktor kesalahan manusia, kendaraan, juga jalan dan lingkungan. Faktor kesalahan manusia menjadi faktor penyebab kecelakaan lalu lintas yang paling dominan. Faktor ini terbagi menjadi beberapa perilaku, seperti tidak fokus, kelelahan, ketidakfasihan berkendara atau kurangnya sikap toleransi ketika berkendara.

gambar : safetynet.asia

Menurut Bintara Urusan Tilang Satuan Lalu Lintas Polres Karanganyar, AIPDA Yusuf Iskandar S.H. sikap saling menghargai dan menghormati sesama pengguna jalan atau toleransi berkendara sangat penting. Karena ketika di jalan kita tidak sendiri, ada orang lain yang juga menggunakan jalan tersebut. Sehingga apabila kita tidak memahami dan menerapkan sikap toleransi berkendara, maka secara otomatis akan meningkatkan resiko kecelakaan yang melibatkan banyak orang.
Sudah merupakan hal yang biasa jika marka jalan dan rambu lalu lintas hanya dianggap sebagai formalitas. Marka dan rambu lalu lintas hanya ditaati ketika ada razia yang dilakukan oleh kepolisian setempat. AIPDA Yusuf Iskandar S.H. mengungkapkan bahwa pelanggaran rambu lalu lintas dan marka jalan merupakan tindakan dari sikap krisis toleransi yang disebabkan oleh munculnya ego para pengguna jalan serta keinginan untuk menjadi perhatian publik sehingga keselamatan dan sikap toleransi diabaikan. Hingga saat ini tidak sedikit pengguna jalan yang masih melanggar aturan-aturan yang ada.
Beberapa contoh sikap krisis toleransi berkendara yang saat ini banyak dilakukan oleh para pengguna jalan diantaranya adalah pemasangan knalpot brong atau knalpot racing. Mengganti knalpot dengan tipe racing adalah hal yang sering dilakukan para pemilik sepeda motor untuk merubah tampilan menjadi lebih modis dan sporty, tampilan knalpot racing biasanya terlihat lebih modis jika dibandingkan dengan knalpot standar bawaan pabrik. Pemasangan knalpot brong juga dilakukan untuk meningkatkan performance dan tenaga motor.
Selain memiliki kelebihan, memakai knalpot racing ternyata banyak juga kerugiannya. Meskipun tidak semua knalpot racing memiliki tingkat kebisingan yang sangat tinggi, tapi masih tetap menyebabkan polusi suara pada lingkungan sekitar sehingga merugikan banyak orang. Selain itu, motor juga menjadi boros bahan bakar minyak. Memakai knalpot brong dapat dikenakan sanksi sesuai pasal 285 ayat (1) Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu berupa pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp. 250.000,00.
Krisis toleransi berkendara yang dilakukan oleh para pengguna lainnya adalah kebut-kebutan di jalan raya. Memacu kendaraan melebihi batas wajar termasuk sikap intoleran di jalan raya. Sering kali ada pengendara yang memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi dan mendahului kendaraan lain sehingga kendaraan yang didahului merasa terkejut.
Tindakan tersebut melanggar aturan lalu lintas Pasal 106 Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 287 yaitu berupa pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp. 500.000,00.
Tindakan berikutnya adalah belok tanpa menyalakan lampu isyarat. Banyak pengendara yang tidak menyalakan lampu isyarat saat akan belok atau berganti jalur. Bahkan ada yang menyalakan lampu isyarat ke kanan tapi berbelok ke kiri. Ini sangat berbahaya bagi diri sendiri juga pengendara lain.
Tidak menyalakan lampu isyarat merupakan pelanggaran lalu lintas dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 112 ayat (1) yang dapat dikenakan sanksi sesuai pasal 294 yaitu bisa berupa pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp. 250.000,00.
Masih banyak sikap krisis toleransi yang diwujudkan dengan tindakan pelanggaran lalu lintas. Menerobos lampu lalu lintas, melawan arus, berkendara melewati trotoar dan lain sebagainya. AIPDA Yusuf Iskandar S.H. mengatakan, “Tidak sedikit pengendara yang tidak merasa bersalah dan justru marah ketika diingatkan atau diberi sanksi. Bisa jadi egonya labil atau pemahaman tentang berkendara juga masih kurang.”
Banyaknya pengendara yang melakukan tindakan intoleransi di jalan raya, Satlantas Polres Karanganyar melakukan berbagai upaya berupa bimbingan, sosialisasi, dan pengarahan tentang peraturan lalu lintas khususnya bagi pelajar di Kabupaten Karanganyar serta patroli keliling kota setiap pagi agar lalu lintas berjalan dengan tertib. AIPDA Yusuf Iskandar S.H. juga menambahkan, berkendara tidak hanya asal gas, tapi harus punya 3S (Skill, Smart, dan Safety) dengan harapan semua berjalan di jalan raya sesuai aturan sehingga kota tertib lalu lintas dapat terwujud.
Semua orang berhak melintasi jalan umum dengan ketentuan memenuhi syarat yang telah ditentukan. Tidak boleh ada pengendara yang mengganggu dan merasa terganggu. Jika toleransi berkendara semakin tinggi, maka peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kerugian akan semakin kecil. Perlu diingat bahwa berkendara tidak hanya tentang keselamatan diri sendiri, tapi juga tentang peduli dan toleransi.

Baca juga

Hei, Jangan Mudah Percaya !!

Hei, Jangan Mudah Percaya adalah tema kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Budaya Kerja …